Tugas Metode Pembelajaran Matematika: Ervinta
Astrining Dewi (23) PmatA PPs UNY 2012
Perubahan
paradigma pendidikan di sekolah dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centre learning) ke sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centre learning) dapat dilihat dari banyaknya metode dan model pembelajaran
yang dapat menjadi system tipe pilihan guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar di kelas. Salah satu system tipe itu adalah model pembelajaran berdasarkan
masalah atau dikenal dengan PBL (Problem Based Learning), dalam beberapa
referensi sering juga disebut PBI (Problem Based Instructions)
Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak
zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum
pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (diakses dari http://dwijakarya.blogspot.com/), belajar berdasarkan masalah
adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua
arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan
dan masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu
secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan
masalah didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu
banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada
apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan
itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan
penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk
berpikir dan memecahkan masalah.
Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut
untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali
informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari
permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai
satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara
kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu
melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
Dalam ruang lingkup pembelajaran berbasis masalah,
siswa berperan sebagai seorang professional dalam menghadapi permasalahan yang
muncul, meskipun dengan sudut pandang yang tidak jelas dan informasi yang
minimal, siswa tetap dituntut untuk menentukan solusi terbaik yang mungkin ada.
Pembelajaran berbasis masalah membuat perubahan dalam proses pembelajaran
khususnya dalam segi peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan
berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan
memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi melainkan guru
berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu
siswa untuk menjadi lebih sadar akan proses pembelajaran.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), ciri
utama pembelajaran berbasis masalah meliputi mengorientasikan siswa kepada
masalah atau pertanyaan yang autentik. multidisiplin, menuntut kerjasama dalam
penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam pembelajaran berbasis masalah
situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep,
prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Menurut Ratumanan (diakses dari http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/), pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah
jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks.
Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran
didasarkan pada masalah sehari-hari dan dalam pembelajaran siswa diajak untuk
memecahkannya. Melalui pembelajaran semacam itu siswa akan merasa ditantang
untuk mengajukan gagasan. Biasanya akan muncul berbagai gagasan dan siswa akan
saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan. Dalam proses pembahasan,
gagasan itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang pada akhirnya
mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang karena merasa
mampu memecahkan masalah yang diberikan.
Pembelajaran Berbasis Masalah atau sering disebut
dengan Problem Based Learning ini memiliki beberapa arti, diantaranya :
- Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
- Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
- Menurut Ward, 2002: Stepien, dkk., 1993 menyatakan bahwa model berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
- Ratnaningsih, 2003: menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
UNSUR-UNSUR PBL
Berbagai pengembang pembelajaran berbasis masalah
telah menunjukkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengajaran berbasis masalah bukan
hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu,
pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar
pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara
pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang
autentik , menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13),
pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi criteria sebagai
berikut.
2. Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar
pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip
disiplin ilmu tertentu.
3. Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan
jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya
menyulitkan penyelesaian siswa.
4. Mudah dipahami
Yaitu masalah yang diberikan
hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa.
5. Luas dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Yaitu masalah yang disusun dan
dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh
materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang
tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
6. Bermanfaat.
Yaitu masalah yang telah disusun dan
dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru
sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan
motivasi belajar siswa.
7. Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan
merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada
masalah yang sedang dipelajari.
8. Menghasilkan produk/karya dan
memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut
siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik,
video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7 dalam Nurhadi,
2003:56)
9. Kerjasama.
Model pembelajaran berbasis masalah
dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk
secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan keterampilan berpikir.
PROSEDUR PBL
Arends (2004) merinci langkah-langkah pelaksanaan PBL
dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan
untuk mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan
praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana
disajikan pada :
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan siswa/ mahasiswa pada masalah
Pembelajaran
dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana
guru/dosen harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh
siswa/mahasiswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung,
sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses
pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat
engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa/ mahasiswa untuk belajar
Disamping
mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong
siswa/mahasiswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat
membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen
dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa
dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.
Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat
digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya
interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan
sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja
masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama
pembelajaran.
Setelah mahasiswa diorientasikan pada suatu masalah
dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan mahasiswa menetapkan
subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua
mahasiswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil
penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan
tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan
adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik
penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang
identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan,
dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek
yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan
data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka
betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar
mahasiswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide
mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang
masalah-masalah dalam buku-buku. Guru membantu mahasiswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan
pertanyaan pada mahasiswa untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi
yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan
mempamerkannya
Tahap
penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran.
Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape
(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan
secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan
sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat
berfikir mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan
guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran
ini melibatkan mahasiswa-mahasiswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya
yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini
merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa
menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta
mahasiswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan
selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh
pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam
pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap
dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka
mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang
situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu?
Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya
masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik
dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.
Tabel Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran
Berdasarkan Masalah
No
|
Tahap
|
Tingkah Laku Guru
|
1
|
Tahap 1 :
Orientasi siswa pada masalah
|
a. menjelaskan tujuan
pembelajaran
b. menjelaskan alat dan bahan
yang dibutuhkan
c. memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah.
|
2
|
Tahap 2 :
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
|
membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
|
3
|
Tahap 3 :
Membimbing penyelidikan individual
atau kelompok
|
a. mengumpulkan informasi
yang sesuai dengan studi pustaka
b. melaksanakan eksperimen
atau demontrasi untuk mendapatkan penjelasan
c. pemecahan masalah
|
4
|
Tahap 4 :
Mengembangkan dan penyajian hasil
karya/tugas
|
a. membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya/tugas
b. membantu siswa untuk
berbagi tugas dengan temannya
|
5
|
Tahap 5 :
Menganalisis & mengevaluasi proses
pemecahan masalah
|
membantu siswa untuk melakukan
evaluasi terhadap tugas-tugas mereka dan proses yang mereka gunakan
|
Daftar
Pustaka:
diakses
dari http://nsant.student.fkip.uns.ac.id/
diakses
dari http://dwijakarya.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar