oleh Ervinta Astrining Dewi, S.Pd
A.
Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa
bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan
melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang
mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang menggunakan
ukuran kelompok yang berbeda-beda (Cohen, 1986; Johnson & Johnson, 1994;
Kagan, 1992; Sharan & Sharan, 1992).
Khas Cooperative Learning yaitu siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok
kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau
beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut diberi penjelasan atau diberi
pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama yang baik dalam hal:
a.
Bagaimana menjadi pendengar
yang baik
b.
Bagaimana memberi penjelasan
yang baik
c.
Bagaimana cara mengajukan
pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.
Aktivitas Cooperative Learning dapat memaikan banyak peran dalam
pelajaran. Dalam pelajaran tertentu Cooperative Learning dapat digunakan 3
(tiga) tujuan berbeda yaitu: Dalam pelajaran tertentu siswa sebagai kelompok
yang berupaya untuk menemukan sesuatu, kemudian setelah jam pelajaran habis
siswa dapat bekerja sebagai kelompok-kelompok diskusi dan setelah itu siswa
akan mendapat kesempatan bekerja sama untuk memastikan bahwa seluruh anggota
kelompok telah menguasai segala sesuatu yang telah dipelajarinya untuk
persiapan kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok.
Cooperative
Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative Learning merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur
dasar dalam Cooperative Learning adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
- Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
- Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
- Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
- Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
- Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
- Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
- Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pada Cooperative Learning diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin,
1995).
B.
Ciri-ciri Cooperative Learning
Beberapa
ciri dari pembelajaran kooepratif adalah;
(a)
Setiap anggota memiliki peran
(b)
Terjadi
hubungan interaksi langsung di antara siswa
(c)
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
(d)
Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok
(e)
Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep
sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning sebagaimana dikemukakan
oleh Slavin (1995), yaitu:
a. Penghargaan kelompok
Cooperative
Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan
kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas
kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan
individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal
yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan
kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu
juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai
keberhasilan
Cooperative
Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan
berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.
Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Tujuan
Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan
pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan
sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan
orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.
Hasil belajar akademik
Dalam belajar
kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah
norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model
pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik
dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga
pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh
siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C.
Keterampilan Kooperatif
Dalam
Cooperative Learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau
peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun
dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut
(Lungdren, 1994).
a.
Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
1)
Menggunakan kesepakatan
2)
Menghargai kontribusi
3)
Mengambil giliran dan berbagi tugas
4)
Berada dalam kelompok
5)
Berada dalam tugas
6)
Mendorong partisipasi
7)
Mengundang orang lain
8)
Menyelesaikan tugas dalam waktunya
9)
Menghormati perbedaan individu
b.
Keterampilan Tingakat Menengah
Keterampilan
tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya,
membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
c.
Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi
mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan
tujuan, dan berkompromi.
D.
Fase-Fase dalam Cooperative Learning
Terdapat 6 fase atau langkah utama
dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113), yaitu:
Langkah
|
Indikator
|
Tingkah Laku Guru
|
Langkah 1
|
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa.
|
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang
akan dicapai serta memotivasi siswa.
|
Langkah 2
|
Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa
|
Langkah 3
|
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menginformasikan pengelompokan siswa
|
Langkah 4
|
Membimbing
kelompok belajar
|
Guru
memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar
|
Langkah 5
|
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan
|
Langkah 6
|
Memberikan
Penghargaan
|
Guru memberi
penghargaan hasil
belajar
individual dan kelompok.
|
E.
Pendekatan dalam Cooperative Learning
Walaupun
prinsip dasar Cooperative Learning tidak berubah, terdapat beberapa variasi
dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends,
2001). Di sini akan diuraikan secara ringkas masing-masing pendekatan tersebut.
a. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin
dan merupakan pendekatan Cooperative Learning yang paling sederhana.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
·
Guru menyampaikan materi pembelajaran atau
permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
·
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual sehingga akan diperoleh skor awal.
·
Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok
terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi,
sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
yang berbedaserta kesetaraan jender.
·
Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan
dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
·
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
·
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual.
·
Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor
kuis berikutnya (terkini).
b. Investigasi Kelompok
Investigasi
kelompok mungkin merupakan model Cooperative Learning yang paling kompleks dan
paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan.
Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik
yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang
lebih terpusat pada guru.
Dalam
penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok
dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang
sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki,
melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
c. Pendekatan Struktural
Pendekatan
ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki
banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan
pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan
sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di
mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban
setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen
ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih
dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur
yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur
yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan
kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan
numbered-head-together (NHT), yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan
isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu.
Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang
dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
Langkah-langkah
penerapan NHT:
- Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
- Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
- Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
- Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
- Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
- Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
- Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual
- Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).
d. Jigsaw
Jigsaw
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Cooperative
Learning tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Langkah-langkah
dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut:
- Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
- Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
- Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
- Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
- Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran
- Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
e. Team Assited Individualization atau Team Accelarated
Instruction
Pembelajaran
kooperatif tipe Team Assited Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh
Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak
digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap
siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan
oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk
didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
Langkah-langkah
pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
- Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
- Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
- Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
- siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
- Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
- Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
- Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
- Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Daftar Pustaka:
Diunduh dari http://pmat.uad.ac.id/cooperative-learning.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar