Minggu, 11 Januari 2009

WHAT I CAN REFLECT ABAOUT PSYCHOLOGICAL ASPECTS, IF THE STUDENT IS CONFRONTED WITH THE FOLLOWING QUESTIONS

by ervinta
07301242028
P. Mat '07

VI. SELESAIKAN

1. Ani dan budi membeli buku dan pensil di toko buku. Harga pembelian buku dan pensil mereka dapat kamu lihat pada tabel berikut:
pembeli Buku Pensil Harga
Ani 2 3 Rp 7.200,00
Budi 3 2 Rp 7.800,00
Tentukanlah harga satu buku dan satu pensil!
2. Rina dan Santi pergi ke supermarket. Rina membeli 5 kg apel dan 1 kg jeruk seharga Rp 60.000,00. Santi membeli 2 kg apel dan 3 kg jeruk seharga Rp 50.000,00. tentukan harga 1 kg apel dan 1 kg jeruk!
3. Rudi sedang menghitung uang sakunya bulan ini. Uang saku Rudi, terdiri atas lembaran sepuluh ribu rupiah dan lima ribu rupiah. Jumlah seluruh lembaran uang saku Rudi 8 lembar. Adapun jumlah uang saku Rudi seluruhnya adalah Rp 65.000,00. Tentukan banyaknya setiap lembaran uang saku Rudi tersebut!

Ketika tiba-tiba siswa diberikan soal dan diminta mengerjakan, rata-rata siswa akan kaget dan takut apalagi kalau guru mengatakan bahwa akan dikumpulkan hari itu juga. Dari sini dapat dikaji mengenai kesiapan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Kesiapan ini berkaitan erat dengan psikologi belajar siswa. Siswa yang sudah terbiasa belajar rutin pasti akan tenang-tenang saja, berbeda dengan siswa yang belajar pada saat akan ujian. Secara mental, siswa yang siap karena rutin belajar pasti akan lebih percaya diri.
Hal itu hanya sebagian perasaan umum yang muncul dari siswa. Pada kenyataannya, baik siswa yang rutin belajar dan tidak, ketika melihat spintas soal di atas rata-rata berpikiran bahwa soalnya susah, banyak, dan tidak yakin akan selesai saat itu juga. Hal ini tidak hanya dialami oleh siswa saja, tetapi juga oleh Mahasiswa Pendidikan Matematika 2007 UNY, saat Bapak Marsigit tiba-tiba membagikan soal. Padahal setelah dicermati kembali, ternyata soalnya tidak serumit yang kami kira.
Pengalaman gugup menghadapi soal yang mendadak itu secara psikologis merupakan prasangka atau prejudice. Secara harafiah, prasangka dapat diberi arti atau diberi pandangan dengan prapendapat, anggapan dasar, purbasangka, pendapat pendahuluan, dan sebagainya. Disebabkan sifatnya yang belum menetap, prasangka dapat menjurus pada pengertian yang baik dan pengertian yang jelek, positif dan negatif, sehingga merupakan pendapat yang dapat berubah-ubah, atau diubah, dipengaruhi, dan juga dapat digunakan untuk menafsirkan segala fakta yang meyakinkan. Artinya, prasangka sebagai pendapat yang dapat diuah dan mengubah fakta yang diterima dan dikumpulkannya, yang mungkin positif atau negatif mengaburkan, atau menguntungkan. Menurut Soelaeman (2003:387), prasangka semula diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan di ambil atas pengalaman yang lalu.
Sehingga dari perasaan-perasaan yang muncul pada siswa tadi adalah prasangka saja. Karena telah mendoktrin soal susah padahal belum mencobanya. Hal ini juga diakibatkan gangguan kecemasan yang terjadi pada individu. Rasa cemas memang berkaitan erat dengan rasa takut. Banyak juga orang yang cemas justru mengatakan ia takut dan sebaliknya, orang yang takut justru merasa dirinya cemas. Dengan demikian, sudah selayaknya para guru dan calon guru memperdalam pengetahuan mengenai psikologi siswanya. Agar masalah-masalah siswa dapat terselesaikan terarah.

In English:

When sudden student given a problem and asked to do them, student mean will surprise and fear and surely if teacher say that will be collected today. From here can be studied to hit the readiness of student in following process learn to teach. Readiness of this interconnected sliver with the psychology learn the student. student accustomed learn the just peace routine surely will be, differing from student which learn at the (time) of test. Mentally, readily student because routine learn surely will more self confidence.
That matter only some of public feeling which emerge from student. Practically, routine student goodness learn and do not, when seeing above average in a flash problem think that its problem hard, a lot of, and confidence do not will finish at the time. This matter do not is only experienced of student, but also by “Mahasiswa” of Mathematics Education 2007 UNY, moment of Mr. Marsigit sudden allot the problem. Though after careful return, in the reality its problem do not as complex as which we estimate.
Experience of nervous about facing that sudden problem psychologically represent the prejudice or prejudice. Literally, prejudice can be given by the meaning or given by the view by “prapendapat”, elementary ascription, prejudice, antecedent opinion, etcetera. Caused in character which not yet consistence, prejudice earn the 'menjurus' of at good congeniality and bad congeniality, negative and positive, so that represent the opinion which can fluctuate, or altered, influenced, as well as applicable to interpret all fact assuring. Its meaning, prejudice as opinion which can changed and alter the fact accepted and collecting of, what is positive possible negative or blur, or profit. According to Soelaeman ( 2003:387), prejudice is from the beginning interpreted by as a(n) “presenden”, its meaning is decision in taking for experience ago.
So that from feelings which emerge [at] mentioned student [is] just just prejudice. Because problem doctrine have hard though not yet tried [it]. This matter [is] also resulted [by] a dread trouble that happened [at] individual. Worry interconnected to (it is true sliver had cold feetly. Quite a few one who worry exactly tell he fear conversely, one who fear exactly feel them self worry. Thereby, have righteously all teacher and teacher candidate deepen the knowledge [of] concerning its student psychology. So that student problem can be finished directional.

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: Pengajaran Geometri Kreative dalam Jurusan Pendidikan Matematika UNY

by ervinta
07301241028
P. Mat R '07
CP : 08157986904

Realistic Mathematics Education adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. (www.geocities.com/Athens/crete).
Pendidikan matematika realistic dapat diwujudkan dalam sebuah kreativitas dan karya yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa orang merasa matematika itu sulit. Matematika itu hanya rumus-rumus saja tetapi tidak banyak yang bisa diterapkan secara langsung dalam kehidupan. Banyak siswa yang berpikir, matematika adalah ilmu pengetahuan tersendiri, kompleks, dan sulit. Kadang–kadang matematika terlihat tidak memiliki hubungan dengan suatu ilmu pengetahuan. Sebagian siswa bertanya, jika saya ingin kuliah di jurusan sastra, untuk apa saya harus bersusah payah belajar matematika? Apa hubungan matematika dengan bidang sastra? Seberapa pentingnya? Atau seberapa matematika memberikan keuntungan pada wilayah sastra? Tetapi menurut Kline (1973: dalam Bistari Bs.Y), matematika bukanlah bagian tersendiri dari suatu ilmu pengetahuan, tetapi kedudukan matematika lebih kepada melayani manusia untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi dan ilmu alam. Tidak sekedar sebagai bahasa (bahasa matematika), tetapi juga cara berpikir logis. Dan menurut pendapat De Lange (2004:8) menyatakan lebih terinci:
Mathematics could be seen as the language that describes patterns – both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind. (www.fadjarp3g.wordpress.com)

Beberapa siswa berpendapat bahwa mempelajari matematika kurang berguna secara langsung dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka kurang berminat yang pada akhirnya berdampak pada proses pembelajaran. Asumsi mengenai matematika sulit dan hanya kumpulan rumus rumit belaka tanpa ada realitasnya membuat mereka menjadi kurang berminat dan kesulitan dalam mempelajari matematika. Beberapa orang beranggapan bahwa matematika dapat direalisasikan dalam dunia perniagaan saja. Asalkan bisa tambah kurang dan tahu mengenai cara perhitungan niaganya, mereka sudah merasa cukup dalam belajar matematika. Harus di akui ada juga yang beranggapan buat apa kita belajar pusing-pusing mengenai kurva, integral, diferensial, persamaan diferensial, geometri dan masih banyak sub ilmu matematika lain yang rumit perhitungannya, toh pada kehidupan nyata penggunaannya tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga akhirnya muncul pemikiran meremehkan pentingnya belajar matematika, yang dapat berdampak buruk pada pemahaman siswa dan motivasi belajar siswa. Sehingga pada matematika realistik ini diharapkan muncul motivasi belajar matematika yang baik dari siswa.
Sedikit contoh gebrakan kecil dalam hal kreatifitas matematika khususnya geometri analitik bidang, Dosen Matematika UNY Bapak Murdanu mengajarkan penerapan kurva dan garis singgung menjadi sebuah karya seni yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ketika menjelaskan mengenai materi kurva dan garis singgung kurva, pembentukan dasar elips dan lingkaran, beliau memberikan LKS yang pada mulanya dikerjakan berpasangan. Setiap pasang dipancing untuk dapat menemukan hubuingan antara lingkaran dan Elip serta hubungannya dengan garis singgung. Kemudian mahasiswa ditunjukkan keindahan bentuk yang dapat dihasilkan kumpulan kurva dengan mengamati polanya dalam garis secara dua dimensi. Kemudian para mahasiswa ditunjukkan bagaimana wujudnya ketika gambar tadi diwujudkan dalam kanvas dan benang yang dibantu dengan lukisan dibelakangnya. Selanjutnya mahasiswa ditugaskan mencari bentuk yang indah dari kumpulan kurva tadi dalam dua dimensi secara berkelompok. Setiap kelompok mengkonsultasikannya dengan beliau. Apabila sketsa memungkinkan untuk diwujudkan dalam kanvas dan benang, maka Beliau akan memberikan ACC pada sketsa yang kami buat dan segera mewujudkannya dalam kanvas. Tidak peduli wanita atau pria, dari proses pemotongan, pemakuan, penggergajian, cat minyak hingga pembingkaian dikerjakan secara mandiri dalam kelompok. Banyak perasaan yang timbul dari proses tadi. Tetapi pada kenyataannya kegiatan semacam ini tidak mudah. Mahasiswa yang terbiasa dengan kurikulum klasik, akan merasa was-was dengan ujian akhir dan pemahaman mereka nantinya. Di samping itu siswa juga malas dan terbebani pada awal diberikan tugas semacam ini, karena sudah terbiasa sebagai pembelajar pasif dari gurunya ketika di sekolah dasar – menengah.
Dosen atau guru yang tidak siap dengan materi serta tujuan pengajarannya, akan menghambat pemahaman siswanya. Karena Proses pembelajaran matematika di kelas akan sangat ditentukan oleh pandangan seorang guru dan keyakinannya terhadap matematika itu sendiri. Karenanya, ketidaksempurnaan memahami ‘matematika’ dari seorang guru sedikit banyak akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada proses pembelajarannya di kelas. Kata lainnya, pandangan dan keyakinan yang benar terhadap pengertian serta definisi matematika diharapkan akan dapat membantu proses pembelajaran matematika yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan tuntutan zaman, seperti halnya tujuan dari RME ini.
Tetapi akhirnya setelah sampai pada ujian akhir tanpa terasa kegiatan-kegiatan sepele semacam ini tidak menyulitkan ketika menghadapi soal ujian. Di samping itu mahasiswa merasa puas dengan hasil akhir yang di dapat. Beliau secara transparant membagikan nilai-nilai setiap kegiatan dan proses belajar serta hasil ujian akhir mahasiswa. Selain itu pada akhirnya kita juga dapat paham manfaat tugas akhir itu. Apabila ditekuni, kerajinan semacam itu dapat dikembangkan untuk mencari nafkah. Sebuah contoh yang ditunjukkan pada kami waktu itu adalah replika karya beliau yang laku 10 juta rupiah. So, bagaimana dengan kita kelak? Sudah siapkah kita sebagai calon pendidik??