Minggu, 15 Maret 2009

Belajar Kebenaran dari Logika Matematika

Ketika mengatakan sebuah kebenaran, yakinkah bahwa yang kita katakana itu benar? Sebenarnya sejauh mana criteria sesuatu dianggap benar?

Waktu bertanya dan merenungkan kembali tentang hal tersebut, maka sangat mungkin kita justru menemui pertanyaan baru dan luasnya batasan tersebut seperti halnya yang telah dikemukakan dalam “Elegi Menggapai Ruang dan Waktu” dan “Elegi Hakekat” oleh Bapak Marsigit dalam Blognya.
Ada sebuah cerita yng mungkin pernah dialami atau dijumpai oleh Saudara. Ada seorang anak yang baru masuk sekolah tiba-tiba dia tidak mau berangkat ke sekolah lagi. Segala cara untuk membujuknya sudah dilakukan dari iming-iming hadiah sampai ancamn lidi tetap saja tidak mempan membujuknya. Sampai akhirnya sang anak mengaku bahwa dia sudah kehilangan gairah belajarnya karena gurunya membohonginya. Tentu saja hal tersebut membingungkan kedua orang tuanya. Ketika ditanya, sang anak bercerita bahwa gurunya telah menipunya dengan mengatakan 2+3=5, kemudian hari berikutnya mengatakan bahwa 3+2=5, dan selanjutnya lagi mengatakan bahwa 4+1=5.
Permasalahan semacam ini mungkin simple tetapi apabila direnungkan kembali, sang anak juga tidak salah dengan pemikirannya yang polos yang masih memandang apa yang disampaikan gurunya adalah sebuah bahasa selayaknya ketika dia mengobrol. Bagi anak-anak mungkin beberapa ada yang sukar menerima kebenaran pernyataan tersebut, sedangkan bagi kita muda untuk menerima kebenaran pernyataan tersebut. Pernyatan sang guru tadi jug tidak salah karena secar logika matematikanya antara pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Penalaran teoritis untuk pembuktia matematika biasanya berdasarkan logika deduktif seperti yang telah kita pelajari dalam Logika Matematika. Sebuah kebenaran dalam sistem matematika adalah suatu pernyataan yang dianggap benar yaitu aksioma.
Namun kebenaran itu apa?? Apabila secara fungsional pernyataan itu masih relevan dalam kehidupan maka pernyataan itu akan dianggap benar, akan tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tidak tidak mungkin pernyataan itu kelak akan bergeser menjadi pernyataan yang salah. Bukankah benar demikian? Shingga kebenaran yang diciptakan manusia dalam upaya mempelajari ilmu ini tidaklah kekal. Dapat berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan baru. Untuk memahami hakekat kembali kita dapat merenung dari Blog Bpk Marsigit, karena sesungguhnya kebenaran yang hakiki hanya ada pada Allah SWT..
by: Ervinta Astrining Dewi

3 komentar:

Dr. Marsigit, M.A mengatakan...

Ass. Wr.Wb. Ervinta saya mengunjungi Blog anda karena pertanyaan-pertanyaanmu. Saya kira Blog mu sudah cukup bagus. Saya juga akan mengunjungi Blog-blog temanmu yang lain yang istimewa. maksudku adalah mereka yang banyak memberikan comment dan tanggapan serta pertanyaannya. Demikian semoga sukses. Amien.

ERVINTA DEWI mengatakan...

terimakasih bapak sudah mengunjungi blog saya. Mudah-mudahan saya dapat menigkatkan isi dari blog saya ini.

Dr. Marsigit, M.A mengatakan...

Saya menunggu elegi anda yaitu Elegi Perbincangan Matematika