Minggu, 11 Januari 2009

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: Pengajaran Geometri Kreative dalam Jurusan Pendidikan Matematika UNY

by ervinta
07301241028
P. Mat R '07
CP : 08157986904

Realistic Mathematics Education adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. (www.geocities.com/Athens/crete).
Pendidikan matematika realistic dapat diwujudkan dalam sebuah kreativitas dan karya yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa orang merasa matematika itu sulit. Matematika itu hanya rumus-rumus saja tetapi tidak banyak yang bisa diterapkan secara langsung dalam kehidupan. Banyak siswa yang berpikir, matematika adalah ilmu pengetahuan tersendiri, kompleks, dan sulit. Kadang–kadang matematika terlihat tidak memiliki hubungan dengan suatu ilmu pengetahuan. Sebagian siswa bertanya, jika saya ingin kuliah di jurusan sastra, untuk apa saya harus bersusah payah belajar matematika? Apa hubungan matematika dengan bidang sastra? Seberapa pentingnya? Atau seberapa matematika memberikan keuntungan pada wilayah sastra? Tetapi menurut Kline (1973: dalam Bistari Bs.Y), matematika bukanlah bagian tersendiri dari suatu ilmu pengetahuan, tetapi kedudukan matematika lebih kepada melayani manusia untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi dan ilmu alam. Tidak sekedar sebagai bahasa (bahasa matematika), tetapi juga cara berpikir logis. Dan menurut pendapat De Lange (2004:8) menyatakan lebih terinci:
Mathematics could be seen as the language that describes patterns – both patterns in nature and patterns invented by the human mind. Those patterns can either be real or imagined, visual or mental, static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of little more than recreational interest. They can arise from the world around us, from depth of space and time, or from the inner workings of the human mind. (www.fadjarp3g.wordpress.com)

Beberapa siswa berpendapat bahwa mempelajari matematika kurang berguna secara langsung dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka kurang berminat yang pada akhirnya berdampak pada proses pembelajaran. Asumsi mengenai matematika sulit dan hanya kumpulan rumus rumit belaka tanpa ada realitasnya membuat mereka menjadi kurang berminat dan kesulitan dalam mempelajari matematika. Beberapa orang beranggapan bahwa matematika dapat direalisasikan dalam dunia perniagaan saja. Asalkan bisa tambah kurang dan tahu mengenai cara perhitungan niaganya, mereka sudah merasa cukup dalam belajar matematika. Harus di akui ada juga yang beranggapan buat apa kita belajar pusing-pusing mengenai kurva, integral, diferensial, persamaan diferensial, geometri dan masih banyak sub ilmu matematika lain yang rumit perhitungannya, toh pada kehidupan nyata penggunaannya tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga akhirnya muncul pemikiran meremehkan pentingnya belajar matematika, yang dapat berdampak buruk pada pemahaman siswa dan motivasi belajar siswa. Sehingga pada matematika realistik ini diharapkan muncul motivasi belajar matematika yang baik dari siswa.
Sedikit contoh gebrakan kecil dalam hal kreatifitas matematika khususnya geometri analitik bidang, Dosen Matematika UNY Bapak Murdanu mengajarkan penerapan kurva dan garis singgung menjadi sebuah karya seni yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ketika menjelaskan mengenai materi kurva dan garis singgung kurva, pembentukan dasar elips dan lingkaran, beliau memberikan LKS yang pada mulanya dikerjakan berpasangan. Setiap pasang dipancing untuk dapat menemukan hubuingan antara lingkaran dan Elip serta hubungannya dengan garis singgung. Kemudian mahasiswa ditunjukkan keindahan bentuk yang dapat dihasilkan kumpulan kurva dengan mengamati polanya dalam garis secara dua dimensi. Kemudian para mahasiswa ditunjukkan bagaimana wujudnya ketika gambar tadi diwujudkan dalam kanvas dan benang yang dibantu dengan lukisan dibelakangnya. Selanjutnya mahasiswa ditugaskan mencari bentuk yang indah dari kumpulan kurva tadi dalam dua dimensi secara berkelompok. Setiap kelompok mengkonsultasikannya dengan beliau. Apabila sketsa memungkinkan untuk diwujudkan dalam kanvas dan benang, maka Beliau akan memberikan ACC pada sketsa yang kami buat dan segera mewujudkannya dalam kanvas. Tidak peduli wanita atau pria, dari proses pemotongan, pemakuan, penggergajian, cat minyak hingga pembingkaian dikerjakan secara mandiri dalam kelompok. Banyak perasaan yang timbul dari proses tadi. Tetapi pada kenyataannya kegiatan semacam ini tidak mudah. Mahasiswa yang terbiasa dengan kurikulum klasik, akan merasa was-was dengan ujian akhir dan pemahaman mereka nantinya. Di samping itu siswa juga malas dan terbebani pada awal diberikan tugas semacam ini, karena sudah terbiasa sebagai pembelajar pasif dari gurunya ketika di sekolah dasar – menengah.
Dosen atau guru yang tidak siap dengan materi serta tujuan pengajarannya, akan menghambat pemahaman siswanya. Karena Proses pembelajaran matematika di kelas akan sangat ditentukan oleh pandangan seorang guru dan keyakinannya terhadap matematika itu sendiri. Karenanya, ketidaksempurnaan memahami ‘matematika’ dari seorang guru sedikit banyak akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada proses pembelajarannya di kelas. Kata lainnya, pandangan dan keyakinan yang benar terhadap pengertian serta definisi matematika diharapkan akan dapat membantu proses pembelajaran matematika yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan tuntutan zaman, seperti halnya tujuan dari RME ini.
Tetapi akhirnya setelah sampai pada ujian akhir tanpa terasa kegiatan-kegiatan sepele semacam ini tidak menyulitkan ketika menghadapi soal ujian. Di samping itu mahasiswa merasa puas dengan hasil akhir yang di dapat. Beliau secara transparant membagikan nilai-nilai setiap kegiatan dan proses belajar serta hasil ujian akhir mahasiswa. Selain itu pada akhirnya kita juga dapat paham manfaat tugas akhir itu. Apabila ditekuni, kerajinan semacam itu dapat dikembangkan untuk mencari nafkah. Sebuah contoh yang ditunjukkan pada kami waktu itu adalah replika karya beliau yang laku 10 juta rupiah. So, bagaimana dengan kita kelak? Sudah siapkah kita sebagai calon pendidik??

Tidak ada komentar: